“Kejujuran adalah dasar dari segala kebajukan manusia.” Suatu kutipan dari sang Abdul-Baha yang menyatakan bahwa kejujuran adalah pondasi utama bagi manusia untuk memperoleh semua sifat luhur lainnya. Jika manusia kehilangan kejujurannya, maka hakikat sejati manusia yang memiliki sifat-sifat luhur juga akan sirna.
Berikut ini adalah sebuah kisah inspiratif nan menarik tentang kejujuran sebagai dasar dari semua sifat baik manusia.
Suatu ketika, ada seseorang bernama Edi. Dia memiliki beberapa sifat buruk seperti mencuri, berjudi, dan berbohong. Namun dia ingin sekali merubah sifat-sifat buruknya itu, sehingga dia meminta nasihat kepada seorang tua bijaksana yang merupakan tokoh masyarakat setempat.
“Saya membutuhkan bantuan Bapak, saya memiliki tiga sifat buruk yang sangat sulit saya hilangkan.” Kata Edi pada Pak tua itu.
“Janganlah bersedih hati, katakanlah keluh kesahmu.” Jawab Pak tua dengan lembut.
“Yang pertama saya suka mencuri, kedua saya suka berjudi, dan yang terakhir saya suka berbohong. Saya ingin menjadi lebih baik lagi, bagaimana caranya?” ungkap Edi dengan penuh harap.
“Baiklah, kamu harus berkata jujur!” ucap Pak tua singkat.
“Hanya itu, Pak? Jadi, saya boleh mencuri dan berjudi?” saut Edi dengan senang.
“Ya, tapi kamu harus berjanji tidak boleh berbohong sedikitpun!” perintah Pak tua itu.
“Baiklah, saya berjanji tidak akan berbohong lagi.” Jawab Edi dengan senang, seraya berkata dalam hatinya, “Wah, mudah sekali. Saya pasti bisa melakukannya.”
Kemudian, Edi pulang dengan gembira setelah mendapat nasihat dari orang tua tadi yang menurutnya sangat mudah. Di perjalanan pulang, Edi melihat kambing gemuk di pinggir jalan tanpa ada seseorang pun yang menjaganya.
“Wah, daging kambing ini akan sangat lezat kalau saya masak menjadi gulai!” pikir Edi sambil melepaskan ikatan kambing itu lalu membawanya pulang.
Setibanya di rumah, Edi segera mengikat kambing itu di halaman belakang dan mempersiapkan memotongnya untuk dimasak gulai. Sesaat setelah itu, ada seseorang yang mengetuk pintu rumah Edi.
“Pak, apakah Bapak melihat kambing gemuk di sekitar sini beberapa saat lalu? Tadi ada orang yang mengatakan pada saya bahwa, kambing itu dibawa seseorang ke arah sini.” Tanya seorang laki-laki dengan agak emosi karena kambingnya dicuri.
Karena ingat perintah Pak tua tadi, Edi memberanikan diri untuk berkata jujur,
“Iya pak, kambing itu ada di halaman belakang rumah saya.”
Secara spontan, laki-laki itu menampar Edi dan segera membawa kambingnya kembali.
Tersadar dengan perbuatannya, Edi merenung bahwa dia juga tidak boleh mencuri.
“Ah… tapi saya masih bisa bermain judi.” Ungkap Edi untuk menghibur dirinya.
Keesokan harinya Edi hendak keluar bermain judi bersam teman-temannya. Ayah Edi yang mengetahui anaknya hendak keluar, bertanya, “Edi, kamu mau pergi ke mana?”
“Saya mau pergi ke warung.” Jawab Edi ragu-ragu.
“Apa yang kamu lakukan di sana? Bermain judi lagi?” Tanya ayah Edi tegas.
Teringat kembali dengan janjinya pada Pak tua beberapa hari lalu, Edi menjawab pertanyaan ayahnya dengan pelan, “Iya ayah.”
“Tidak! Kamu tidak boleh berjudi lagi!” seru ayahnya dengan tegas melarang Edi pergi keluar.
Kembali tersadar dengan perbuatannya, Edi merenungkan ucapan dari Pak tua itu. Dia menyimpulkan, Pak tua itu membantunya memperbaiki sifat-sifat buruknya, dengan sifat jujur sebagai dasar dari sifat-sifat baik yang ingin dia munculkan. Jika dia jujur, dia tidak boleh mencuri atau berjudi ataupun melakukan sifat-sifat buruk lainnya. Karena jika dia melakukan sesuatu yang buruk, pasti dia harus mengatakan dan menanggung segala resikonya.
Kisah tersebut memberi makna bahwa tanpa kejujuran, manusia tidak akan memiliki sifat-sifat luhur lainnya. Kejujuran sebagai dasar sifat baik dapat diibaratkan sebagai pondasi rumah, yang mana tanpa pondasi kejujuran, rumah sifat-sifat luhur manusia tidak akan bisa didirikan. Salah satu contoh lagi yang menunjukkan sifat baik yang tanpa dilandasi kejujuran, misalnya seorang dermawan berbagi kepada sesame yang membutuhkan, namun jika niatnya tidak murni dan mengharap timbal balik ataupun sumber dari yang dibagikan itu berasal dari ketidakjujuran, maka perbuatan baiknya tidak akan ada artinya.
Setiap manusia memiliki kemampuan untuk memunculkan sifat jujur di dalam dirinya. Kejujuran harus dimunculkan dalam tindakan, perkataan, maupun niat yang murni sesuai dengan kutipan dari Baha’u’llah berikut, “…perindahlah lidahmu dengan berbicara jujur, dan hiasilah jiwamu dengan hiasan kejujuran.” Dengan kejujuran, dunia akan dihiasi dengan permata-permata keluhuran manusia.
Simpulan:Berdasarkan kisah inspiratif tersebut diatas, maka dapat kita ambil hikmah bahwa kejujuran adalah dasar dari munculnya segala sifat-sifat luhur lainnya dalam diri setiap manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar