Jumat, 17 Desember 2010

Pertumbuhan dan Perkembangan Spiritual


Pertumbuhan dan perkembangan spiritual itu ibarat perjalanan tumbuh dan berkembang yang dimulai dari diri masing masing. Setiap pribadi memiliki keunikan yang beragam. Apabila spiritual diandaikan seperti perjalanan waktu, spiritual terus berputar dan tumbuh. Bagaimana mengamati detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, dst. Tumbuh berkembang berputar namun memiliki frekuensi tumbuh yang meluas kesegala arah vertical-horisontal, depan-belakang ,meluas perputarannya seperti ”SPIRAL” dan pendalaman kesadaran yang Mengerucut seperti “PYRAMID ” . Atau spiritual sekedar jarum jam yang berputar detik demi detik, siang dan malam ,yang akan terjerat dalam lingkaran tak berujung, tak bertepi, untuk tumbuh sekedar menjadi dirinya sendiri.
Dalam hal ini pertumbuhan dan perkembangan keagamaan, sangat bergantung kepada penghayatan keluarga terhadap norma-norma keagamaan dikeluarga individu; Artinya individu bukan akan mengalami perkembangan agama seperti yang diharapkan, dianjurkan dan diperintahkan oleh keluarga. Melainkan individu  akan mengalami perkembangan itu menurut bagaimana keluarga berbuat tentang norma-norma keagamaan. Dalam hal ini individu akan mengalami Perasaan Keagamaandimana perasaan yang menyertai individu ketika menghayati hubungannya dengan Tuhan. Perasaan keagamaan termasuk bentuk perasaan yang luhur dalam jiwa manusia. Perasaan keagamaan menggerakkan hati manusia agar ia lebih banyak melakukan perbuatan yang baik.
Tahapan Perkembangan
  • Perkembangan Spiritual pada Masa Infancy dan Early Childhood.
Perkembangan keagamaan anak dapat dipupuk oleh pendidikan anak dirumah. Penekanan yang diberikan pada kepatuhan terhadap peraturan agama dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang dibesarkan dengan kebiasaan berdoa sebelum makan, sebelum tidur, dan orang tua menceritakan cerita-cerita tentang keagamaan, cenderung perkembangan keagamaannya lebih baik dibandingkan anak yang tidak dibesarkan dengan kebiasaan beragama.
Pada masa ini ‘iman’ anak banyak diperoleh dari apa yang diceritakan orang dewasa. Dari cerita-cerita itu mereka membentuk gambaran Tuhan yang perkasa, surga yang imajinatif, dan neraka yang mengerikan. Gambaran ini umumnya bersifat irasional, karena pada masa ini anak belum memahami sebab-akibat dan belum dapat memisahkan kenyataan dan fantasi. Mereka juga masih kesulitan membedakan sudut pandang Tuhan dengan sudut pandang mereka atau orangtuanya.
Anak mulai menaruh perhatian pada kegiatan keagaamaan yang dilakukan orang tuanya. Dalam hal ini perhatian yang anak tunjukan ialah untuk menirukan (imitation) kegiatan keagamaan yang dilakukan orang tuanya (observational learning), tetapi belum mampu mengartikan apa yang ia lakukan. Misalnya, anak akan menggoyangkan badan seperti orang yang berdzikir, apabila dilantunkan bacaan dzikir. Menirukan orang yang berdoa, mengangkat kedua tangannya seraya berdoa tetapi belum
mengartikannya. Pada masa ini pula rasa ingin tahu seorang anak berada pada posisi yang teratas .Rasa ingin tahu tentang keagamaanpun mulai muncul. Pada anak yang diberikan pembelajaran keagamaan dikeluarganya, seorang anak akan menanyakan hal-hal yang menyangkut keagamaan seperti : ”Siapakah Tuhan?”, “Di mana Surga itu?”, “Apakah Malaikat itu?” Belajar memahami proses keagamaan. Apabila suara adzan telah berkumandang, anak yang dibimbing keagamaannya akan mengambil posisi seperti orang yang melakukan Sholat dan menirukan gerakan shalat. Bagi anak yang sudah diajarkan berdoa, anak akan belajar menerapkan kegiatan berdoa  dengan bimbingan orang tuanya tetapi tidak memahami untuk apa ia berdoa.
Beberapa kepercayaan anak-anak
  1. Tuhan adalah seseorang yang sangat besar, berpakaian putih, berwajah angker atau ramah dan berjanggut putih.  Dia membalas mereka yang baik dan mengirimkan mereka ke Surga bila meninggal.
  2. Surga adalah tempat kediaman Tuhan ditengah awan, tempat orang memperoleh segala sesuatu yang mereka impikan.
  3. Neraka merupakn tempat dibawah bumi, tempat  penderitaan abadi dan hukuman bagi mereka yang berkelakuan buruk semasa hidup.
  4. Orang yang baik hidupnya akan masuk Surga setelah meninggal dan menjadi malaikat, berjubah putih.
  5. Qur’an atau Sebuah buku yang ditulis Tuhan. Setiap kata dalam benar dan yang meragukan kebenarannya adalah dosa.
  • Perkembangan Spiritual pada Anak Masa Sekolah (Middle Childhood)
Sejak pada masa anak telah dibiasakan hidup dalam suasana ketuhanan, tetapi mereka sendiri belum mampu menentukan sikapnya terhadap nilai-nilai keagamaan. Dalam masa sekolah, perasaan keagamaan masih dalam perkembangan yang agak lamban karena anak cenderung focus pada realitas sosialnya. Misalnya, anak yang mengikuti sekolah minggu anak tidak memperhatikan kegiatan keagamaannya melainkan lebih memperhatikan kesenangan bernyanyi bersama, berkumpul dengan teman, serta permainan-permainan yang diberikan.
Dalam sisi lain, peningkatan minat pada keagamaan sudah terjadi, tetapi masih belum bisa menentukan sikapnya terhadap nilai keagamaan. Contohnya, anak mulai melakukan kegiatan keagamaan seperti Sholat dan berdoa. Tetapi dalam hal ini tidak terlalu memahami makna dan berdoa. Anak mengartikan berdoa itu seperti “ritual meminta-minta”. Sebagai contoh, anak meminta berbagai barang dan mohon bantuan Tuhan dalam melakukan sesuatu yang menurut perasaan mereka tidak dapat mereka lakukan sendiri. Di sisi lain, mereka sudah dapat memahami bahwa Tuhan mempunyai sudut pandang lain dengan turut mempertimbangkan usaha dan niat seseorang sebelum ‘menghakiminya’. Mereka percaya bahwa Tuhan itu adil dalam memberi ganjaran yang sepantasnya bagi manusia.
Anak belum mampu menentukan jalan ketuhanan yang harus ia jalani, cenderung hanya meniru dan meyesuaikan diri dengan pandangan orang tuanya. Maksudnya, anak belum mengetahui kewajiban-kewajibannya sebagai pemeluk agama karena pada masa ini anak belum mampu berfikir abstrak.
  • Perkembangan Spiritual Masa (Remaja)
Hal-hal yang religius sudah mulai diajarkan sejak kecil dilingkungan rumah tangga. Tanpa banyak mengalami kesulitan, anak-anak menerimanya saja karena mereka masih berfikir sederhana, tetapi bukan berarti bahwa kepercayaan dan ketakwaan anak terhadap Tuhan YME hanya bentukan lingkungan saja. Pendidikan ketuhanan akan mempertajam pandangan untuk melihat gejala-gejala pertama dari perkembangan religius yang sebenarnya.
Setelah mampu berpikir abstrak, remaja mulai membentuk ideologi (sistem kepercayaan) dan komitmen terhadap ideal-ideal tertentu. Di masa ini mereka mulai mencari identitas diri dan menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan. Namun identitas mereka belum benar-benar terbentuk, sehingga mereka juga masih melihat orang lain untuk panduan moral.
Pada masa remaja kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan YME dialami sendiri dengan sadar, misalnya waktu mengikuti upacara-upacara keagamaan yang membangkitkan suasana dan perasaan keagamaan itu.
Di masa remaja, segala sesuatu yang menyangkut ketuhanan masih perlu diterangkan. Misalnya, bagaimana bersikap yang baik dengan pemeluk agama yang lain. Bagaimana cara yang dibenarkan oleh Bimbingan orang tua serta tenaga pendidik masih diperlukan.
Mulai menerapkan nilai-nilai keagamaan yang telah ia dapatkan di masa kanak-kanak dan masa sekolah dan memahami untuk apa ia melakukan itu semua. Seperti, menerapkan doa sebelum dan sesudah makan serta memahami doa tersebut untuk menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan YME.
Perlu digaris bawahi, semua perkembangan yang terjadi tergantung pengajaran keluarga terhadap norma-norma keagamaan. Untuk membuat pribadi individual yang religius.
  • Perkembangan Spiritual Dewasa Muda (Early Adulthood)
Pada tahap ini individu mulai memeriksa iman mereka dengan kritis dan memikirkan ulang kepercayaan yang sudah mereka anut, terlepas dari otoritas eksternal dan norma kelompok. Maksudnya, individu mulai memikirkan kembali dan mulai memahami ajaran agama yang ia anut dari keluarga dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan lagi.
  • Perkembangan Spiritual Dewasa Lanjut (Middle Adulthood)
Pada dewasa lanjut, orang jadi semakin menyadari batas-batas akalnya. Mereka memahami adanya paradoks (seakan-akan bertentangan tetapi tidak) dan kontradiksi (pertentangan) dalam hidup, dan sering menghadapi konflik antara memenuhi kebutuhan untuk diri sendiri dengan berkorban untuk orang lain. Mulai mengantisipasi kematian, mereka dapat mencapai pemahaman dan penerimaan lebih dalam, yang diintegrasikan dengan iman yang mereka miliki sebelumnya. Mencoba lebih dekat dengan Tuhan. Mengartikan makna hidup yang dijalani dan mampu memandang kebenaran dan kesalahan dari berbagai sudut.
  • Perkembangan Spiritual Usia Lanjut (Late Adulthood)
Pada tahap terakhir yang dapat dicapai ini, individu tidak lagi berpusat pada diri sendiri. Mungkin ia akan membagikan ilmu keagamaannya kepada orang lain walaupun sebatas kelompok kecil seperti keluarga. Hanya berminat pada satu komunitas. Misalnya kelompok mengaji. Individu yang sudah masuk masa ini mungkin memiliki keterbatasan pada motorik dan sensoriknya. Jadi , aktifitas kekelompokkannya mulai berkurang.
Memandang kehidupan dunia melalui pengalaman pribadinya. Semakin mendekatkan diri pada Tuhan karena usianya yang memasuki “usia kematian”. Walaupun kegiatan keagamaan yang dilakukan tidak sebanyak pada masa sebelumnya (penurunan fungsi fisik).
Daftar Pustaka
  • B. Hurlock Elizabeth, Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 1989
  • L. Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000
  • Soetjiningsih, SpAk, Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: EGC, 1995
  • Sujanto Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta, 1996

Bu umi dan bu sri

Tk alhidayah sukosari.........
Sekarang engkau masih berdiri tegap.....
Menghadapi berjalanya waktu.....
Engkau melahirkan pejuang-pejuang
Walau dilereng gunung, tapi keberadaanmu menjanjikan perubahan....

Dua tahun aku diajak bermain.....
Mengenal Allah.......sang khalik...
Diajak menyanyi......
Diajari menulis......
Dikenalkan akan kehidupan bahagia sang anak.

Ingatku akan bu sri dan bu umi.....
Dua guru yang menemaniku tiap hari.....
Menenangkanku ketika aku menangis.....
Mengajari dan menyayangiku....selalu.....dan teman-temanku.....

Erna a......erna b.....muhtarin....nuryanah....tri p.....
Sri andini....dina.....triono....suntari....ipul.....
Temanku ketika itu......

Aku tahu para temanku sudah banyak yang berkeluarga.....
dan sibuk mengurusi urusanya masing-masing.....
dan buguruku.....
keduanya sudah menjadi istri para pengusaha sukses
didaerah kecamatanku.......
sukses selalu buat teman dan salam hormat buat guruku.....

RUMAH HIJAU

ENGKAU JOMPO......
ENGKAU LANJUT USIA....
ENGKAU DIMAKAN USIA.....

NAMUN ENGKAU ABADI DIHATI.....
KARNA SENYUMAN, TAWA DAN CANDA
MENGHIASIMU........SELALU.......

TUJUAN YANG MULIA......
DEMI PERUBAHAN......
WALAU KADANG EMOSI MENGHANTUI.....
RASA MALAS JUGA TAK MALU MUNCUL.....
NAMUN DEMI RIDHO ILAHI....
DAN SAHABAT KECILKU........

AKU HANYA INGIN MEREKA TAK SEPERTIKU.....
SEPERTI ORANG TUAKU......
PINTAR, PANDAI, BAIK, PANDAI NGAJI.....
TENTUNYA GENERASI YANG HANDAL.....

WALAU DISUDUT KAMPUNG PINGGIRAN......
TERASING DAN TERLUPAKAN....
KAMI TAK MALU......RAGU.....UNTUK MAJU....
SENTUMAN TEMAN-TEMAN KECIL SEBAGAI PENDOBRAK SEMANGAT....

YA ALLAH PERTAHANKAN KAMI.........
KAMI HANYA INGIN BERUBAH......
DEMI KAMI.......
ORANG TUA KAMI.......
DUSUN PINGGIRAN KAMI.......
AGAMA KAMI.........

KAMI PASTI BISA MELALUI BADAI DAN KENCANGNYA ANGIN.....
NAMUN SEMUA ITU HANYA KARNA RIDHOMU......

tempat kami, dukuh kami, sukosari tercinta

kampung pinggiran......
dilereng gunung kelud........
kampung paling utara...
didesa gadungan......

alam masih elok.....asri......
menggoda mata untuk menikmati setiap sudutnya....
sawah hijau.......ladang dan kebun yang luas terhampar......

sawah tersusun berundak-undak......
pohon-pohon menculang tinggi......seakan menantang langit......
sungai mengalir deras.....
ada pancaran air panas dan dingin....
seakan pertemuanya menjadikan surga bagi penikmatnya......

kampung yang tak terlalu luas.....
.namun ada berapa ratus kepala keluarga disana.....
Berpencaharian buruh, petani, peternak, pengrajin, dan lainya
Hanya demi mencukupi kebutuhan keluarga...

Sayang....
Dibidang pendidikan tiada banyak kesadaran masyarakat....
Hanya sebatas sekolah seolah-olah tiada guna....
Tamat sd putus.....ada yang tamat smp putus....
Namun masih ada beberapa yang melanjutkan sampai sma dan perguruan tinggi.....

Keterbatasaan dana menjadi pertimbangan yang berat....
Dikala hanya berpenghasilan dari keringat buruh saja....

Tapi aku percaya sukosari tercinta dapat berubah.....
Dikala masyarakatnya mau berubah......pola fikirnya.....
Bahwa pendidikan anak itu penting......

Wah, Masa Remaja Rentan Pergaulan Bebas. Bagaimana Menanggapi dan Mengatasinya?

Masa yang bergejolak dalam kehidupan manusia adalah masa remaja, masa seorang manusia yang berusia sekitar 11-15 tahun, masa di mana seorang manusia semakin belajar dan berkembang mengenali dirinya dan lingkungan sekitarnya. Kita ketahui masa itu sangat penuh warna serta rangkaian emosi yang menghiasi perjalanan seorang remaja. Bagi remaja, di sinilah mereka mulai mengenal lingkungan luar baik disadari atau tidak hal itu pasti akan terjadi. Sudah cukup masa kecil yang hanya lingkup keluarga atau teman-teman dekat saja. Para remaja semakin memperluas lingkungan pergaulannya, baik interaksi secara langsung ataupun yang menjadi tren masa kini, dengan teknologi, seperti telephon, handpone yang dapat digunakan untuk menelpon, sms, serta internet yang sangat mendukung jejaring sosial untuk memperluas pergaulan tanpa batas. Masa-masa yang indah tentunya bagi para remaja, bak surga dunia mereka sangat menikmati bahkan sampai terjerat kesenangan masa muda karena kelabilan mereka. Sebenarnya, pergaulan yang luas disertai kemajuan zaman yang begitu pesat seperti saat ini memberikan banyak sekali keuntungan bagi mereka yang mampu memanfaatkannya, misalnya semakin banyak relasi semakin banyak sahabat yang dimiliki, hal itu bisa sangat berguna untuk saat ini maupun jangka ke depannya. Tapi, bagi remaja yang terjerat dalam pergaulan yang salah akan sangat merugi. Bagaimana pergaulan yang salah atau biasa disebut pergaulan bebas ini dapat mempengaruhi kehidupan mereka?

Pergaulan bebas. Nah, rasanya topik ini menjadi perbincangan hangat untuk mengarahkan para remaja melalui masa-masa kritisnya. Anda semakin mengerti dari derasnya informasi dari berbagai media tentang seperti apa itu pergaulan bebas yang saat-saat ini semakin gencar menyerang para remaja. Pergaulan bebas memang tidak hanya menyerang para remaja, bahkan anak-anak saat ini sangat mungkin terbawa arus pergaulan bebas, serta orang-orang dewasa yang juga dapat terpengaruh pergaulan buruk ini. Namun, pada masa remaja lah seorang manusia membangun jati dirinya dan memiliki kehendak atau freewill untuk memilih, tetap teguh pada prinsipnya dan terus mengembangkan kapasitasnya atau terpengaruh pergaulan yang menawarinya kesenangan sesaat semata. Karena freewill yang mereka miliki, serta dorongan pergaulan yang semakin dinamis, menyebabkan mereka cenderung terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Jika lingkungan tempat mereka bergaul itu positif, maka mereka akan semakin berkembang. Tapi, karena semakin tak terbatanya lingkungan negatif saat ini, mereka akan dengan mudah terpengaruh pergaulan bebas. Pergaulan bebas yang kita mengerti condong ke hal-hal yang negatif. Yang namanya bebas, tanpa aturan atau semaunya sendiri, akan berdampak buruk bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Para remaja sudah mulai mengenal minuman keras, narkoba, pornografi, porno aksi, tawuran, serta banyak lagi tingkah laku tak senonoh akibat dari semakin maraknya pergaulan bebas.
Lalu, bagaimana menanggapi hal itu? Wah, kita semua sebagai sesama manusia harusnya bersama-sama menyadari, menanggapi, serta bertindak demi kehidupan bersama yang lebih baik. Semua harus ikut serta dalam perbaikan ini. Ini adalah perbaikan moral yang universal, yang mana para remaja adalah generasi manusia masa depan. Jika mereka saat ini hancur, bagaimana nasip dunia yang akan datang? Baik tua, muda, laki-laki, perempuan, suku atau ras apapun berkewajiban memperbaiki kondisi kritis ini. Memang langkah yang pertama adalah dalam lingkungan keluarga sendiri, peran orang tua untuk menemani remaja melewati masa-masa yang berat baginya. Selanjutnya, peduli lah pada para remaja yang kesepian, menderita, dan tanpa harapan. Kita bangkit bersama dalam keterpurukan zaman ini. Karena hanya ada dua pilihan, kita bisa memilih, ikut terpuruk dalam kerusakan atau bangkit melakukan perbaikan. Jika Anda hanya diam tak peduli pada keadaan, dan hanya mengurusi diri sendiri, percayalah tanpa disadari Anda juga akan tergerus kerusakan zaman.
Jadi, bagaimana mengatasi permasalahan ini? Bagaimana kita bertindak untuk memperbaiki kerusakan moral ini? Seperti yang kita bahas tadi, ciptakan lingkungan positif untuk mendukung kemajuan remaja. Lingkungan yang positif akan bermanfaat sebagai tempat untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka, yang mana sebenarnya mereka terjerumus ke lingkungan yang salah karena tidak ada lingkungan positif yang menampung aspirasi-aspirasi mereka. Lingkungan positif baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat sangat diperlukan remaja. Kegiatan-kegiatan pelengkap untuk mendukung remaja juga perlu diadakan, selain untuk mengalihkan remaja pada pergaulan bebas, kegiatan positif itu juga bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan remaja. Kegiatan-kegiatan itu antara lain dalam kelompok remaja, komunitas seni, komunitas olah raga, serta komunitas-komunitas yang bermanfaat lainnya. Tak ada cara lain, hanya dengan bertindak menemani dan mendukung para remaja untuk terus maju akan dapat menghindarkan mereka dari pergaulan bebas yang dapat merusak masa depannya.

Tunjukkan Bahwa Kamu Sebagai Remaja Punya Harapan untuk Masa Depan

Harapan, impian, visi, sebenarnya adalah energi terbesar seseorang untuk dapat maju dan berkembang. Jika hanya bekerja keras banting tulang saat ini tanpa ada pandangan harapan ke depan, hidup seseorang akan stagnan saja. Memang orang semacam itu dapat bertahan hidup, tapi tidak dapat hidup berkembang. Nah, itu pilihan setiap orang sepenuhnya. Bertahan hidup atau hidup berkembang?

“The search after the great men is the dream of youth, and the most serious occupation of manhood.” Begitulah petikan kata seorang Ralph Waldo Emerson, yang berarti bahwa begitu besarnya pengaruh impian terhadap seseorang sejak remaja. Impian seorang remaja menjadikannya kelak sebagai ‘great man’ yang memiliki ‘manhood’ untuk selalu berjuang dan berkembang. Kenapa harus sejak masa remaja? Kenapa bukan sejak masa kanak-kanak atau ketika sudah dewasa saja? Jawabannya sederhana, karena energi terbesar dalam diri seseorang dalam hidupnya adalah saat masa remaja, remaja yang berani bermimpi. Masa kanak-kanak masih asyik dengan dunianya sendiri dan belum mengenal dunia luar, sedangkan ketika dewasa seseorang sudah dipenuhi beban hidup. Sangat disayangkan jika masa emasmu dengan energi yang luar biasa ini hanya digunakan untuk bersenang-senang dan terpengaruh hal-hal buruk yang menghancurkan masa depanmu. Jadi, kamu sebagai remaja, manfaatkanlah energimu yang sangat besar untuk berani bermimpi, dan berjuang saat ini untuk meraih mimpimu.
Lalu, apakah hanya bermimpi? Tentu tidak, itu salah besar! Lalu, harus bagaimana? Berjuang dengan kemampuan terbaikmu saat ini juga, tunjukkan keunggulanmu, dan bermimpilah! Wah, sepertinya mudah sekali dalam kata-kata, hanya berjuang dan bermimpi. Tentu tidak sesederhana itu, ada proses-proses yang harus dilalui dalam menempuh impian. Proses perjuangan yang melelahkan, proses berharap yang sedemikian panjang. Dan hal itu dihadapkan pada dua pilihan, yaitu terus maju atau mundur dari arena pertarungan. Perjuangan pun tak semudah membalikkan telapak tangan, perjuangan sebenarnya adalah ketika mengalami berbagai rintangan, ancaman kegagalan, dan terus maju menghadapinya. Disitulah letak nilai perjuangan. Proses perjuangan dengan bertarung melawan rintangan-rintangan untuk terus maju, melawan ego yang malahan dapat merugikan diri sendiri, dan jangan dilupakan yang pasti adalah perjuangan untuk selalu bertawakal dan berdoa untuk mengharapkan penguatan dari Yang Maha Kuasa. Dan hal yang terindah serta tetap dapat mempertahankan semangat perjuangan adalah teruslah bermimpi, teruslah berharap! Wujudkan mimpi itu, wujudkan harapan itu!
Nah, nikmatilah proses-proses itu walau memang menyakitkan tetapi berbuah manis pada akhirnya. Seperti yang dikatakan Albert Einstein, “I live in that solitude which is painful in youth, but delicious in the years of maturity.”

SAAT INI AKU MENGINJAK REMAJA …”

Tahun berganti tahun….terus aku lalui, aku ingat sewaktu masih imut-imut di pangkuan ibu. Dunia serasa hanya milikku. Apapun yang aku suka selalu aku dapatkan. Ehm…walau terkadang jika aku ingin mencoba berbuat sesuatu selalu dibilang “masih kecil “…Ach. Kapan aku ini jadi besar ? Ohoy…ternyata aku sekarang sudah lebih besar lho …usiaku sudah belasan …Asyiik saatnya aku ingin menunjukkan bahwa aku “mampu” sendiri, mampu mengambil keputusan, mampu …mampu…yaa rasanya aku akan menikmati masa remajaku ini. Kata orang kalau masa remaja tidak dinikmati, akan rugi !!  Eh, tapi terkadang …bahkan sering ding, aku masih merasakan kebingunganku. Ibu bapak tak henti-hentinya terus mengingatkanku agar aku “hati-hati” masih “hijau” jangan pingin macam-macam…dsb. Kadang aku dibilang masih kekanak-kanakan, tapi pada saat tertentu aku selalu dibilang harus mandiri kan sudah besar . Nah lho jadinya aku bingung juga…   Terlebih di zaman seperti ini. Rasa-rasanya semua orang ngomongin tentang MASA REMAJA . Sebenarnya seberapa pentingnya  “masa remaja “ ini ? Bagaimana pula aku harus “mengisi hari-hariku” di masaku ini ? Dan…ditambah lagi “tumpuan harapan Masa Depan” …Wow !! Berat juga yaa… OK, rasa-rasanya perlu juga ya kita “ bedah “ sosok ini ?!


  • Masa Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.(meninggalkan ciri masa kanak-kanak namun belum sepenuhnya memiliki ciri-ciri dewasa –sering disebut masa “tanggung”)
  • Masa Peralihan ditandai oleh berbagai perubahan dalam diri remaja, termasuk di dalamnya perubahan dalam segi fisik, psikis,emosional, sosial, dan moral.
  • Rata-rata individu memulai masa remajanya pada usia sekitar 12-13 th.
  • Pendapat dari beberapa ahli tentang rentang usia remaja : Wanita : 12 – 21 th;  Pria      : 13 – 22 th
  • Perubahan yang terjadi relatif singkat dan pesat, namun tidak selalu berjalan serentak. Terkadang ada diantaranya yang berkembang lebih cepat, adapula yang lebih lambat. Misalnya, seperti yang sering dikeluhkan orangtua ; bahwa anaknya tampak sudah besar tapi “pikirannya” masih anak-anak.
  • Perkembangan Fisik : Perubahan tubuh pada remaja melingkupi perubahan tinggi, berat, penyebaran lemak dan otot, sekresi kelenjar dan karakteristik seksual yang akan berlangsung terus hingga masuk ke masa dewasa.Pada masa ini biasanya remaja putri menagalami menstruasi  pertamanya dan remaja putra mengalami ejakulasi pertamanya.
  • Perkembangan Emosi  : Masa puber merupakan masa emosi yang bergejolak. Remaja sangat peka dan menunjukkan reaksi yang kuat pada berbagai peristiwa dan situasi sosial. Dan bila sedang meledak, emosinya sering tidak proporsional.Ciri emosi lain pada remaja; ambivalensi dalam perasaan. Acapkali mengalami perasaan yang saling bertentangan –sayang dan benci, perhatian tapi juga apatis pada berbagi orang/peristiwa. Ketidak stabilan perasaan ini seringkali menimbulkan kebingungan, frustasi dan kejengkelan dalam diri remaja, dan makin membuatnya meledakledak.
  • Perkembangan Sosial : Masa Remaja adalah masa mencari jati diri untuk menghadapi kedewasaan kelakTerlihat; secara bertahap melepaskan ketergantungannya pada orang tua, namun untuk mendapatkan rasa aman biasanya dengan cara membuat kelompok dengan teman sebaya. Itu sebabnya pada masa remaja teman sebaya menjadi sangat penting dalam kehidupan anak. Kelompoklah yang memegang peranan apakah si remaja dapat diterima atau disisihkan.Dalam kelompok inilah mereka belajar bergaul dengan lawan jenis, dengan dukungan teman-teman sejenisnya. Baru pada tahapan-tahapan remaja berikutnya mereka  mulai tertarik untuk bergaul dengan lawan jenis secara individual.
  •     * Perkembangan Intelektual : Remaja telah mencapai perkembangan mental yang memungkinkan mereka untuk berpikir dengan cara berpikir orang dewasa. Mereka tidak lagi terikat pada hal-hal konkrit dan nyata semata. Mereka mulai mampu memahami relativitas; belum tentu; tergantung; seandainya…dan sebagainya. Ketrampilan baru ini sangat mengasyikkan sehingga remaja seringkali bersibuk diri dengan pikirannya sendiri.
  •     * Perkembangan Moral : Remaja mulai sering mempertanyakan banyak hal tentang nilai-nilai dalam kehidupan, terutama saat orang dewasa dianggap tidak memberikan jawaban jujur. Pada dasarnya dalam usia ini, remaja cenderung idealis dan memiliki perasaan keadilan tinggi dalam hubungannya antar manusia.

Beberapa kebutuhan utama remaja

  • Menghadapi berbagai ketidakpastian dan perkembangan yang pesat dalam dirinya, remaja sangat membutuhkan ; rasa aman dan “empati” dari lingkungannya, kesempatan untuk menampilkan kemandirian, pengalaman-pengalaman baru tapi juga membutuhkan dukungan dari lingkungan yang telah dikenalnya bilamana pengalaman baru itu terlalu mencemaskan atau menyakitkan.
  • Kebutuhan sosial yang sangat menonjol adalah dapat diterima, beridentifikasi, berpartisipasi serta diakui oleh kelompoknya. Hal ini dibutuhkan untuk menumbuhkan jati diri.
  • Kebutuhan penting lainnya adalah kebutuhan untuk mendapatkan kesempatan mengajukan pikiran & pendapatnya, kebutuhan untuk didengarkan dan bertukar pikiran, sehubungan dengan perkembangan kognitif yang telah dicapai.


Masalah potensial yang sering muncul  : Perubahan-perubahan pesat seringkali membawa tantangan dan masalah.

  • Rasa ingin tahu dan minat yang besar sehubungan dengan perubahan/perkem-bangan yang terjadi pada remaja, membuat mereka sering bertanya --tidak kepada orang yang tepat. Mereka cenderung mendiskusikan dengan teman-teman yang sama-sama tidak tahu, buku, video, bahkan melakukan eksperimen-eksperimen sendiri.
  • Cenderung melebih-lebihkan masalah yang sederhana.
  • Gejolak emosi yang meledak-ledak, frustasi, keinginan diterima oleh kelompok sebayanya tapi kurang pengalaman, acapkali membuat remaja impulsif, dalam mengambil keputusan dan kurang mempertibangkan resiko. Tawuran, merokok, alkohol dan obat-obat terlarang merupakan contoh bentuk pelarian mereka.
  • Dorongan mandiri yang kuat bila tidak disertai tanggungjawab akan membawa remaja untuk bertindak “ke luar jalur”. Hal ini akan memancing reaksi reaksi negatif dari lingkungan.


Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan adalah segala macam keterampilan dan kemampuan yang perlu dikuasai oleh seseorang agar ia dapat melanjutkan perkembangannya pada tahap-tahap berikutnya dengan lancar, antara lain ;·     

  1. Pengendalian tubuh·
  2. Identifikasi dengan sebaya·  
  3. Kepekaan sosial·       
  4. Reorganisasi diri·       
  5. Minat & akivitas eksternal·       
  6. Pertumbuhan keteraturan diri

Sebagai remaja yang menyadari dirinya sebagai Generasi Penerus yang harus siap menghadapi tantangan zaman ….Remaja harus Membekali Diri dengan :

  1. TAQWA : senantiasa meningkatkan keimanan, melatih untuk selalu patuh pada allah, mengikuti perintah dan menjauhi laranganNya (rajin beribadah)Iman – Ikhlas – Sabar
  2. WATAK : berlatih untuk fleksibel, terbuka, tegas, berencana, memiliki inisiatif, toleransi terhadap ketidakpastian, mandiri, disiplin/tepat waktu, berani mengambil resiko, orientasi pada penyelesaian tugas/tanggung jawab

Mengapa demikian ?

SDM yang diharapkan masa depan :     Berilmu;   Mampu bekerjasama ;  Memiliki need kompetitifd;    Memiliki idealisme positife ;   Berkepribadian stabil

 Jadi…..Siaplah menjadi Generasi yang Mandiri ?!   kenali diri…dewasakan pikiran….pacu prestasi…..taklukan tantangan !

Kemampuan demikian mungkin tak diajarkan di sekolah atau tak dapat ditukar dengan selembar ijazah, namun…tak usah resah Cari, gali, pelajari, sampai mampu berteriak  “Inilah  Saya”Siap menerima tantangan masa depan ! Semoga tercapai…semoga semua kau temukan…Hidup remaja !! Hidup masa depan !!

Remaja Dan Perilaku Beresiko Siapakah Mereka?

Penelitian yang dilakukan di negara maju menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak melakukan hubungan seksual pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan remaja perempuan. Remaja yang lebih tua umurnya lebih cenderung melakukan hubungan seksual, tepai mereka juga lebih cenderung menggunakan alat kontrasepsi.
Perkembangan fisik tubuh remaja jaman sekarang lebih cepat besar, hal ini dapat dilihat dari semakin mudanya umur menstruasi pertama dikalangan remaja perempuan. Namun perkembangan fisik yang cepat sering kali tidak diikuti oleh perkembangan mental atau kepribadian yang dewasa serta bertanggung jawab.
Selain dari remajanya sendiri, factor luar juga mempengaruhi remaja untuk berperilaku beresiko. Seperti yang dirangkum dalam Cooksey (2000) dari beberapa hasil penelitian tentang remaja di Amerika Serikat, factor luar yang paling dekat dengan remaja adalah latar belakang keluarganya. Remaja yang mempunyai ibu yang melahirkan pada usia muda juga akan melakukan hubungan seksual pra nikah pada usia muda pula. Remaja yang rendah rasa percaya dirinya sering melakukan perbuatan yang beresiko dan cenderung untuk melakukan hubungan seks pra nikah pada usia muda.
Perilaku remaja tidaklah terlepas dari pendefisian masyarakat tentang siapa remaja, serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat. Ada masyarakat yang secara tidak langsung mendorong orang muda untuk terlibat dalam perilaku-perlikau yang mengarah pada resiko. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Christian Kiem (2003 dikutif oleh Situmorang menemukan bahwa dalam masyarakat Maluku lelaki muda menganjurkan untuk melakukan hubungan seks pra nikah karena dipercayai akan menunjang keberhasilan kehidupan keluarganya kelak.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hanum (1997) menemukan bahwa diantara kalangan orang tua yang merupakan migran di daerah Bengkulu yang berasal dari Jawa memiliki kebiasaan menikahkan anak perempuannya langsung setelah anak akil baligh yang ditandai dengan menstruasi. Kebiasaan yang sama juga dilakukan oleh para orang tua di daerah Indramayu yang mempunyai anak perempuan akan menikahkan anak mereka pada usia muda (Utami 2002).
Menurut laporan SKRRI 2002-2003, presentase remaja laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual sekitar 5 persen sedangkan remaja perempuan yang mengaku pernah melakukan hubungan seksual kurang dari 1 persen. Jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang lain maka presentase ini sangatlah kecil.
Penelitian tentang keperawanan yang dilakukan di Kota Medan, sekitar 27 persen remaja laki-laki (dari 463 orang) dari 7 persen remaja perempuan (dari 412 orang) mengaku sudah melakukan hubungan seksual pra nikah. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh LD-FEUI (2002) 5 persen remaja laki-laki mengaku sudah pernah melakukan hubungan seks dan 3 persen remaja perempuan, dengan remaja kota lebih tinggi prosentase yang mengaku pernah melakukan hubungan seksual dibandingkan remaja pedesaan (5 persen dari 3 persen).
Berbedanya persentase remaja yang mengaku pernah melakukan hubungan seksual, karena adanya rasa malu dari remaja untuk mengaku bahwa mereka pernah melakukan sek pra nikah. Tingginya persentase remaja yang pernah melakukan hubungan seks pra nikah dari penelitian Situmorang, bisa disebabkan cara pengumpulan informasi dari remaja yang berbeda antara LD-FEUI dengan SKRRI.
Remaja laki-laki yang berumur lebih tua tinggal didaerah perkotaan dan dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk melakukan hubungan seks pra nikah. Pendapat yang umum mengatakan bahwa remaja berperilaku beresiko karena tekanan dari kelompoknya (peer). Remaja laki-laki yang telah melakukan hubungan seks pra nikah mengaku alas an mereka melakukan hubungan seks karena mereka menyukai pasangan seksnya sebanyak 39 persen. Dari setiap 10 remaja 3 orang mengaku mereka melakukan hubungan seks pra nikah karena ingin tahu, dan hanya 1 dari 7 remaja yang melakukan hubungan seks pra nikah karena tekanan dari peernya. Remaja perempuan lebih rendah kemungkinan untuk berperilaku beresiko, dari data yang sama menunjukkan bahwa remaja perempuan hanya 0,02 kali remaja laki-laki untuk melakukan perilaku yang beresiko.
Remaja yang mempunyai sikap yang menolak hubungan seks pra nikah dan lebih berarti pada penderita HIV/AIDS mempunyai kemungkinan yang lebih kecil berperilaku beresiko. Kemungkinan kelompok remaja ini berperilaku beresiko hanyalah 0,086 kali dari remaja yang mempunyai sikap menerima hubungan seksual.
Remaja pada saat pertama kali melakukan hubungan seksual membahayakan diri mereka, karena seringkali mereka tidak menggunakan kondom. Mereka dapat terekspos pada penularan penyakit menular HIV/AIDS.
Dibandingkan dengan remaja yang lebih muda remaja yang lebih tua lebih mawas dalam melindungi dirinya saat pertama kali melakukan hubungan seks. Demikian halnya dengan remaja yang tinggal di perkotaan lebih berhati-hati saat pertama kali melakukan hubungan seksual. Saat mereka melakukan hubungan seks berikutnya remaja sudah lebih mawas diri dengan menggunakan kondom pada saat mereka melakukan hubungan seksual.
Remaja yang berasal dari latar belakang keluarga yang lebih mampu akan memiliki kesempatan untuk mengakses kepada pendidikan yang lebih baik. Pendidikan yang lebih baik karena sekolah yang berprestasi atau bisa juga dalam pengertian ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Dengan pendidikan yang tinggi mereka memiliki kemungkinan terpapar kepada informasi yang lebih benar. Remaja yang berasal dari kalangan keluarga yang berada pada kuantil kekayaan teratas memiliki kemungkinan 0.616 kali untuk berperilaku beresiko dibandingkan remaja yang keluarganya berada pada kuantil kekayaan terbawah.
Bagaimana Pengetahuan Yang Baik Dapat Melindungi
Remaja Dari Perilaku Beresiko?
Dari beberapa hasil yang dilakukan tentang pemberian informasi kesehatan reproduksi kepada remaja menunjukkan dapat menurunkan perilaku beresiko remaja. Namun demikian pemberian informasi kesehatan reproduksi kepada remaja di beberapa negara majupun masih menjadi perdebatan apalagi bila diberi judul pendidikan seksual. Hal ini juga tidak terlepas dari situasi yang terjadi di Indonesia.
Penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Cooksey (2003) menemukan bahwa sepanjang tahun 1990-an terjadi penurunan kehamilan dan persalinan di kalangan remaja. Seperempat dari penurunan ini di sebabkan karena remaja memilih untuk puasa kumpul sampai menikah. Pilihan menunda melakukan hubungan seks oleh remaja karena sikap remaja yang berubah pula.
Remaja senang melakukan tindakan yang berbahaya atau membahayakan dirinya sendiri. Awal dari perilaku beresiko adalah dengan merokok. Merokok sudah banyak diterima masyarakat sebagai suatu perilaku yang normal. Diawali dengan merokok kemudian minum serta diikuti oleh Napza dan hubungan seksual yang mana hal ini juga berlaku bagi remaja yang ada di Indonesia.
Bagaimana dengan remaja di Indonesia, apakah pemberian informasi dapat mencegah berilaku beresiko? Dari hasil olahan lebih lanjut terlihat bahwa remaja yang mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi yang cukup hanya 35 persen pernah melakukan aktifitas yang beresiko. Remaja yang kurang pengetahuan akan kesehatan reproduksi 40 persen berperilaku beresiko. Remaja yang mempunyai pengetahuan cukup memiliki kemungkinan untuk berperilaku beresiko 0,965 kali dibandingkan yang pengetahuan kesehatan reproduksinya rendah.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang cukup dan benar akan mengarahkan seseorang untuk mempunyai sikap yang benar serta perilaku yang menjauh dari resiko. Dari hasil penelitian SKRRI 2002-2003 ditemukan bahw remaja yang mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi tinggi serta sikap menolak hubungan seks pra nikah serta tidak menolak penderita HIV/AIDS mempunyai persentase berperilaku beresiko hanya 32 persen persentase ini lebih rendah dari mereka yang berpengatahuan rendah (37 persen). (Anang Budiono, sumber: Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja)

Psikologi Perkembangan

Kebanyakan orang mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara masa anak anak ke masa dewasa. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu menguasai fungsi fungsi fisik dan psikisnya.
Ditinjau dari segi tersebut mereka masih termasuk golongan anak anak, mereka masih harus menemukan tempatnya dalam masyarakat. Remaja masih harus banyak belajar untuk dapat memperoleh tempat dalam masyarakat sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan bahagia. Remaja belajar ini melalui pengkulturan, sosialisasi dan adaptasi aktif.

Menurut WHO (1974) remaja memiliki tiga kriteria yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi;
  1. individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan social.
  2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari anak anak menjadi dewasa.
  3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepda keadaan yang relatif lebih mandiri.
Pengertian diatas memberikan gambaran siapakah remaja itu. Dalam perkembangan hidup manusia, mungkin remaja bisa sebagai suatu yang unik. Masa remaja merupaka fase yang penting bagi manusia karena pada fase ini merupakan fase dimana menentukan masa dewasanya.
Ciri perkembangan
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran pada perubahan-perubahan yang terjadi pad atubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik.Kepekaa-kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengeti orang dewasa.
Tugas perkembangan
  • Perkembangan aspek aspek biologik
  • Menerima peranan dewasa berdasarakan pengaruh kebiaaan masyarakat sendiri
  • Mendapatkan kebebasan emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa yang lain
  • Mendapatkan pandangan hidup sendiri
  • Realisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sindiri
Perkembangan fisik
Masa remaja dalah masa peralihan dari naka-anak ke dewasa , bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan –perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik itu.
Pada anak perempuan :
  1. Pertumbuhan tulang tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang)
  2. Pertumbuhan payudara
  3. Tumbuh bulu yang halus dan l;urus berwarana gelap di kemaluan
  4. Mencapai ketinggian badan yang maksimal stiap tahunnya
  5. Bulu kemaluan menjadi keriting
  6. Haid
  7. Tumbuh bulu-bulu ketiak
Pada anak laki-laki :


  1. Pertumbuhan tulang-tulang
  2. Testis (buah pelir) membesar
  3. Tumbuh bulu yang halus dan l;urus berwarana gelap di kemaluan
  4. Awal perubahan suara
  5. Ejakulasi (keluarnya air mani)
  6. Bulu kemluan menjadi keriting
  7. Pertumbuhan tinggi bdan mencapai tingklat maksimal setiap tahunnya
  8. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot)
  9. Tumbuh bulu katiak
  10. Akhir perubahan suara
  11. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap
  12. Tumbuh bulu di dada
Selanjutnya dikatakan juga bahwa hormone genadotropic mulai positif (ada) dalam air seni. Hormon inilah yang bertanggung jawab sebagian pada pertumbuhan tanda-tanda seksual dan bertanggung jawab penuh dalam produksi sel telur dan spermatozoa.
Perubahan-perubahan fisik itu menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya itu. Pertumbuhan yang mencolok misalnya, atau pembesaran payudara yang cepat, membuat remaja merasa tersisih dari teman-temannya. Demikian pula dalam menghadapi haid dan ejakulasi yang pertama, anak-anak yang remaja itu perlu mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang tingkah laku yang tidak selalu bisa di lakukannya dengan mulus, terutama jika tidak ada dukungan dari orang tua.
Perkembangan Kognitif
Inteligensi oleh David Wechsler (1958) didefinisikan sebgaai “keseluruhan kemampuan individu untuk befikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Inteligensi mengandung unsur pikiran atau ratio. Makin banyak unsur ratio yang harus digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berinteligensi tingkah laku tersebut. Ukuran inteligensi dinyatakan dalam IQ (Intelligence Quotient)
Kemampuan mental primer (Primary Menthal Abilities) terdiri dari 7 faktor, yaitu:
  1. Pengertian lisan (verbal comprehension)
  2. Kemampuan angka-angka (numerical ability)
  3. Penglihatan keruangan (spatial visualization)
  4. Kemampuan penginderaan (perceptual ability)
  5. Ingatan (memory)
  6. Penalaran (reasoning), dan
  7. Kelancaran kata-kata(word fluency)
Jean Piaget (1896-1980) berpendapat bahwa setiap orang mempunyai system pengaturan dari dalam pada system kognisinya. Sistem pengaturan ini terdapat sepanjang hidup seseorang dan berkembang sesuai dengan perkembangan perkembangan aspek-aspek kognitif yaitu :
a. Kematangan, yang merupakan perkembangan susunan syaraf sehingga misalnya fungsi-fungsi indera menjadi lebih sempurna.
b. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya
c. Transmisi social, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungan social antara lain melalui pengasuhan dan pendidikan dari orang lain
d. Ekuilibrasi, yaitu system pengaturan dalam diri anak itu sendiri yang mampu Mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Tahap tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut (Gunarsa, 1982, hlm. 146-161; Piaget, 1959, hlm. 123):
1. Tahap I: Masa sensori-motor (0-2.5 tahun)
2. Tahap II: Masa praoperasional (2.0-7.0 tahun)
3. Tahap III: Masa konkrit-operasional (7.0-11.0 tahun)
4. Tahap IV: Masa formal-operasional (11.0-dewasa)
Perkembangan Emosi
Emosi menjadi sulit untuk didefinisikan oleh karena sifatnya yang tidak tetap. Emosi jenis yang satu seringkali menunjukkan perubahan fisiologis yang sama dengan emosi jenis yang lain. Seperti takut dan terkejut tampil dalam perubahan fisiologis dan ekspresi yang hampir sama. Demikian juga dengan perasaan sedih dan gembira yang mendalam (sama sama menangis).
W. Wundt (1832-1920) mengemukakan tiga pasang kuup emosi, yaitu:
1. Lust-Unlust (senang-tak senang)
2. Spannung-Losung (tegang-tak tegang)
3. Erreggung-beruhigung(semangat-tenang)
Setiap keadaan emosional, menurut Windt, selalu merupakan kombinasi dari kutub kutub emosi tersebut.. Seorang yang melihat binatang buas misalnya, keadaan emosinya adalah Unlust, Spannung dan Erregung. Sedangkan seorang mahasiswa yang lulus ujian emosinya adalah Lust, Losung dan Beruhigung.
Perkembangan sosial
Sudah diketahui bahwa gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebabkan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di pihak lain ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tua. Rasa ketergantungan pada orang tua di kalangan anak anak Indonesia lebih besar lagi, karena memang dikehandaki demikian oleh orang tua.
Konflik peran yang yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan kesulitan lain pada amasa remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Oleh karena ia tahu dengan tepat saat saat yang berbahaya di mana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri.
Perkembangan moral
Moral merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral seringkali dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja.
Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri punya peran penting dalam pembentukan moral. W.G. Summer (1907), salah seorang sosiolog, berpendapat bahwa tingkah laku manusia yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi sanksi tersendiri buat pelanggar pelanggarnya.

PERKEMBANGAN INTELEKTUAL REMAJA

Selain mengalami perkembangan fisik, seksual dan sosial pada masa ini remaja juga mengalami perkembangan pemikiran, pemikiran remaja berubah menjadi lebih abstrak, logis dan idealis. Artinya remaja tidak akan percaya begitu saja terhadap apa yang dikatakan oleh orang tua tanpa tahu sebab dan alasan, remaja mulai berfikir layaknya para intelektual dimana semua serba rasional, dan remaja juga mulai berfikir tentang citra diri mereka. Pemikiran remaja lebih bersifat egosentris (Santrock, 1995). Dimana remaja mempunyai keyakinan bahwa orang lain akan memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dirinya sendiri.

Remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau menerima begitu saja perintah-perintah atau aturan-aturan yang ada; mereka ingin juga mengetahui alasan dan sebab-sebabnya. Tidak jarang dengan perkembangan intelektualnya yang bersifat kritis ini, remaja mengalami konflik atau pertentangan dengan pihak orang tua atau pendidik-pendidik yang biasanya berpegang akan nilai-nilai lama (Mulyono, 1995). Piaget menyebutnya dengan operasional formal. Piaget yakin bahwa pemikiran operasional formal berlangsung antara 11 – 15 (Santrock, 1995).


DAFTAR PUSTAKA:
Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, (Yogyakarta:Kanisius, 1995).
John W. Santrock, Perkembangan Masa Hidup jilid 2. Terjemahan oleh Juda Damanika & Ach. Chusairi, (Jakarta:Erlangga, 1995).

Perkembangan Emosi Masa Remaja

Dalam literatur klasik psikologi, emosi merupakan reaksi (kejiwaan) yang muncul lantaran adanya stimulan. Emosi yang sangat fruktuatif (mudah berubah) terjadi pada masa remaja. Remaja sering tidak mampu memutuskan simpul-simpul ikatan emosional kanak-kanaknya dengan orang tua secara logis dan objektif. Dalam usaha itu mereka kadang-kadang harus menentang, berdebat, bertarung pendapat dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang tua (Thomburg, 1982). Meskipun hal ini sulit dilakukan namun dalam upaya pencapaian kemandirian yang optimal terhadap diri remaja maka upaya tersebut harus ditempuh.

Fenomena ini menarik untuk dicermati, sebab perilaku anak remaja tersebut bila ditinjau dari perspektif psikologis merupakan upaya pelepasan dirinya dari keterikatan-keterikan orang tua yang dirasa terlalu membelenggu, ia berusaha mandiri secara emosi, dan tidak lagi menjadikan orang tua sebagai satu-satunya sandaran dalam pengambilan keputusan. Ia memutuskan sesuatu atas dasar kebutuhan dan kemampuan pribadi, walaupun pada suatu saat masih mempertimbangkan kepentingan dan harapan orang tua.

Bagi remaja, tuntutan untuk memperoleh kemandirian secara emosional merupakan dorongan internal dalam mencari jati diri, bebas dari perintah-perintah dan kontrol orang tua. Remaja menginginkan kebebasan pribadi untuk dapat mengatur dirinya sendiri tanpa bergantung secara emosional pada orang tuanya. Bila remaja mengalami kekecewaan, kesedihan atau ketakutan, mereka ingin dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya. Meskipun remaja dapat mendiskusikan masalah-masalahnya dengan ayah atau ibunya, tetapi mereka ingin memperoleh kemandirian secara emosional dengan mengatasi sendiri masalah-masalahnya dan ingin memperoleh status yang menyatakan bahwa dirinya sudah dewasa.

Perkembangan kemandirian emosional remaja, tidak terlepas dari penerapan pengasuhan orang tua melalui interaksi antara ibu dan ayah dengan remajanya. Orang tua merupakan lingkungan pertama yang paling berperan dalam pengasuhan anak remajanya, sehingga mempunyai pengaruh yang paling besar pada pembentukan kemandirian emosional remaja. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan seperti I Nyoman Karna (2002), Miftahul Jannah (2004), Risa Panti Ariani (2004) menunjukkan bahwa gaya pengasuhan orang tua yang harmonis, hangat, penuh kasih sayang (authoritative) menunjang perkembangan kemandirian emosional remaja, namun sebaliknya gaya pengasuhan yang penuh dengan tuntutan, orang tua tidak perhatian, penuh dengan sanksi, tidak pernah melibatkan anak dalam pengambilan keputusan akan menghambat perkembangan kemandirian remaja khususnya kemandirian emosional artinya remaja tidak mampu melepaskan diri dari ketergantungan dan keterikatan secara emosional dengan orang tua.

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.

Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar.

Untuk mendapatkan kebebasan emosional, remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua; ia harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri. Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat menindas, akan tetapi berusaha membimbingnya secara bertahap. Usahakan jangan menciptakan suasana lingkungan yang lain, yang kadang-kadang menjerumuskannya. Anak menjadi nakal, pemberontak dan malah mempergunakan narkotika (menyalahgunakan obat).

Referensi :
  • Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja : Dimensi-Dimensi Perkembangan.Bandung: CV Mandar Maju.
  • Alatas, Alwi. 2005. (Untuk) 13+, Remaja Juga Bisa Bahagia, Sukses, Mandiri. Jakarta: Pena.

Perkembangan Bahasa Masa Remaja

Bahasa merupakan untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Penggunaan aspek kebahasaan dalam proses pembelajaran sering berhubungan satu sama lainnya. Menyimak dan membaca erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna (Tarigan, 1986:10).

Bersamaan dengan kehidupannya dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengikuti proses belajar di sekolah. Sebagaimana diketahui dilembaga pendidikan bahasa diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata,namun juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk didalamya perilaku berbahasa.

Pengaruh pergaulan dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang didalam kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok tertentu yang bentuknya amat khusus (bahasa prokem).

Perkembangan bahasa anak dilengkapi dan piperkaya oleh lingkungan masyarakat dimana mereka tinggal. Hal ini berarti bahwa proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa. Bersamaan dengan kehidupannya dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengikuti proses belajar di sekolah.

Masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.

Referensi :

Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja : Dimensi-Dimensi Perkembangan.Bandung: CV Mandar Maju.
Alatas, Alwi. 2005. (Untuk) 13+, Remaja Juga Bisa Bahagia, Sukses, Mandiri. Jakarta: Pena.

Perkembangan Intelektual vs Perkembangan Psikologi

Budi, seorang pelajar yang terkalahkan selama enam tahun di Sekolah Dasar. Peringkat pertama di kelas selalu menjadi miliknya selama enam tahun itu. Tetapi, setelah duduk di bangku SMP, peringkat pertama itu terjun bebas ke peringkat 23. Nah, setelah SMA, Budi kembali berjaya dengan prestasi-prestasinya. Apa yang terjadi pada Budi?
Beberapa di antara kita mungkin sedang mengalami penurunan prestasi. Tahukah kamu bahwa hal itu sangat wajar? Ya, hal itu merupakan salah satu bagian dari proses perkembangan kita. Jika prestasi menurun, berarti perkembangan intelektual kita sedang terhambat untuk sementara waktu. Kita lebih cenderung malas belajar dan senang mencoba hal yang baru. Di balik terhambatnya perkembangan intelektual, perkembangan psikologis pasti berkembang pesat. Masa SMP merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja awal. Kita mulai berinteraksi dengan lawan jenis, menyukai lawan jenis, dan pacaran. Sangat berbeda dengan masa anak-anak, ketika kita cenderung bermusuhan dengan lawan jenis. Perhatian kita beralih ke hal-hal seperti itu.
Tapi, Budi sangat berlarut-larut dalam perkembangan psikologisnya. Ia menuruti kemalasannya. Budi diharapkan mampu untuk mengontrol dirinya sendiri. Orang tuanya juga tidak memberitahukannya tentang perkembangan yang terjadi pada diri anaknya sekarang. Sebaiknya, orang tua membicarakan hal ini dengan anaknya. Memberikan pengertian bahwa beliau mengerti apa yang terjadi dengan Budi sekarang dan berharap Budi tidak melulu bermalas-malasan. Kemampun Budi untuk mengontrol diri di sini belum maksimal.
Ada lagi, Adi, seorang pelajar yang tak kalah pintar dengan Budi. Ia juga peringkat pertama dari SD hingga SMA. Perkembangan intelektual Adi tidak terhambat sama sekali. Ia tumbuh menjadi seorang remaja yang sangat pintar. Tetapi, perkembangan psikologisnya sangat terhambat. Selama masa sekolah, Adi tidak berinteraksi dengan lawan jenis, ia hanya fokus kepada sekolahnya.  Akibatnya, saat perkembangan psikologis anak-anak lain sudah mencapai tahap dewasa awal, Adi baru menapaki perkembangan psikologis tahap remaja awal (puberitas). Peran orang tua di sini juga berperan. Orang tua hendaknya memberikan pengarahan kepada Adi agar mulai berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, sesama jenis maupun lawan jenis. Maksudnya bukan nyuruh pacaran loh ya.
Tapi, bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

Nah, teman-teman bingung ya ingin seperti Budi atau Adi. Jangan bingung, jadilah diri sendiri. Jika
teman-teman mulai merasakan penurunan minat belajar dan prestasi, sadarkan dirimu bahwa ini wajar terjadi pada remaja seusiamu. Tetapi, ingatkan dirimu untuk selalu mengontrol diri agar tidak larut dalam perkembangan intelektual yang terhambat. Tetap berprestasi tapi interaksi dengan lingkungan tetap jalan. Bagaimanapun perkembangan intelektual dengan perkembangan psikologis tidak akan pernah berjalan berbarengan. Salah satunya akan terhambat, dan yang satunya lagi akan berkembang.  Kamu lah yang akan memanage sendiri tentang perkembanganmu.

Menumbuhkan Kepemimpinan Sejak Masa Remaja

Setiap orang diciptakan untuk menjadi pemimpin dalam hidupnya, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi organisasi atau lembaga, maupun bagi orang-orang lainnya. Untuk menjadi pemimpin yang baik, maka sangat diperlukan jiwa kepemimpinan yang terus-menerus di asah. Semakin banyak pembelajaran yang diterima, maka akan semakin berkembang pula jiwa kepemimpinan dalam seseorang. Kepemimpinan bukan hanya suatu konsep yang bersifat teoritis, namun juga merupakan proses pembelajaran langsung (atau biasa disebut komponen praktik) untuk terjun kedalam tindakan.
Mengapa menumbuhkan kepemimpinan pada masa remaja, atau sekitar usia 11-15 tahun? Perlu diketahui, pada masa anak-anak hanya dapat ditumbuhkan kepemimpinan untuk mengontrol diri sendiri karena kemampuannya masih terbatas. Pada masa remaja inilah bersemi energi dan potensi yang besar untuk terus maju. Hal itu adalah faktor utama dari pengembangan jiwa kepemimpinan sejak remaja. Pada masa-masa itu, seorang remaja memiliki banyak pertanyaan tentang berbagai hal yang memotivasinya untuk selalu berkembang. Dari situlah proses pendewasaannya terus berlangsung untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri maupun orang lain, baik pada saat ini maupun saat yang akan datang.
Menumbuhkan Kepemimpinan Sejak Masa Remaja
Menumbuhkan Kepemimpinan Sejak Masa Remaja
Credit for illustration image by: Serbian National League
Lalu, bagaimana menumbuhkan kepemimpinan sejak masa remaja? Dimana pada masa-masa itu seorang remaja sedang mengalami masa kritis pencarian identitas. Terdapat 3 poin penting untuk menumbuhkan kepemimpinan dalam diri setiap remaja, yaitu leadership , team working, dan communication.

Poin pertama yaitu tentang leadership. Dalam hal ini, leadership yang perlu dikembangkan adalah self leadership, atau kepemimpinan bagi diri sendiri, hal awal yang sangat penting perlu dikembangkan pada setiap remaja melalui aktivitas sehari-harinya. Setiap remaja memiliki kemampuan untuk diberi tanggung jawab pada hal-hal yang dikerjakan, sehingga itu dapat melatih jiwa kepemimpinannya. Tanggungn jawab itu dapat diberikan melalui kepercayaan bahwa remaja telah mampu melakukan tugas-tugas dalam kesehariannya misalnya saja, dia diberi tanggung jawab untuk membersihkan kamarnya sendiri, tanggung jawab untuk  menngatur waktunya dalam belajar, bermain, ataupun interkasi sosial dengan lingkungannya. Malalui tanggung jawab itu, remaja merasa telah diberi kepercayaan bahwa dia bisa melakukannya, dan hal itu sangat berpengaruh dalam mengasah jiwa kepemimpinannya.
Poin yang kedua yaitu team working. Bagaimanapun juga setiap orang membutuhkan orang lainnya untuk dapat berkembang, bukan?oleh sebab itu, sangat penting untuk mengarahkan remaja pentingnya kerjasama. Walaupun hal itu kadang di nilai sepele, tapi sikap remaja cenderung egois dan mau menonjolkan dirinya sendiri, dan hal itu akan terbawa menjadi sikap individualis pada remaja kelak sampai dewasa. Untuk menumbuhkan hal itu pada remaja, orang-orang sekitarnya, baik orang tua, sahabat, teman, dan orang-orang sekitarnya harus mendukung dia untuk dapat bersosialisasi dan mengerjakan segala hal yang membutuhkan kerja sama. Namun perlu juga digarisbawahi  bahwa kerjasama bukan berarti dapat dilakukan dalam setiap hal apalagi yang bersifat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Misalnya kerja sama dalam mencontek saat ujian dapat menyebabkan ketidakjujurannya sampai dewasa.  Hal yang sepele pada saat masih remaja itu, telah menjadi suatu kebiasaan buruk yang berdampak pada hal-hal yang merugikan orang lain misalnya, korupsi dan kecurangan-kecurangan lain untuk kepentingannya sendiri. Team working dikembangkan untuk menumbuhkan kepekaan remaja, pada orang-orang maupun lingkungan sekitarnya, sehingga kelak dia akan menjadi pemimpin yang peduli pada kesejahteraan dan kemajuan umum.
Poin yang ketiga yaitu communication. Komunikasi berarti penyampaian pesan atau informasi dengan berbagai cara agar terjadi interaksi timbal balik anat beberapa pihak yang terlibat di dalamnya. Komunikasi sangat penting digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan tujuan yang dikehendaki. Tanpa adanya komunikasi, mustahil sasaran yang dikehendaki akan tercapai. Bagi remaja yang kelak adalah seorang pemimpin, maka hal itu harus diasah sejak dini untuk menumbuhkan kepemimpinan dengan berkomunikasi dengan baik. Untuk mengasah kemampuan berkomunikasi pada remaja, hal pertama yang menjadi dasar  yaitu kepercayaan diri. Dalam diri remaja harus ditanamkan kepercayaan diri bahwa dia mampu dan berani menyampaikan sesuatu yang menjadi pandangannya. Perlu diketahui, agar remaja memahami bahwa tidak ada hal benar atau salah, melainkan hal pembelajaran karena setiap anggapan bersifat subjektif. Dengan kepercayaan diri dan sikap untuk terus belajar, maka secara terus menerus kemampuannya akan semakin meningkat. Sebagaimana pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani memunculkan ide-ide gagasannya dan terus belajar mengembangkan dirinya.

Menjadi Diri Sendiri yang Excellence

Kita selalu silau, terkesan, terpesona, sampai ada yang “mendewakan” sosok seorang yang hebat, istimewa, excellence, dan keunggulan-keunggulan lainnya dalam diri orang itu. Bukankah begitu? Ya, pada kebanyakan kasus, setiap orang terkuras energinya dan hanya terfokus untuk mengagumi pujaannya. Ini sebagai permisalan, yang paling menggemparkan jagad raya, sepeninggalan raja pop dunia, Michael Jackson, banyak orang meratapi kepergiannya sampai-sampai sangat mempengaruhi kehidupan pribadi mereka. Dan yang menjadi trend anak muda, munculnya Justin Bieber, dengan adanya sebutan Bieberfever, yang menandakan besarnya pengaruh popularitas, kehebatan, ataupun keistimewaan sesosok manusia terhadap setiap orang di dunia, yang sebenarnya setiap manusia memiliki derajat yang sama. Apakah itu salah? Tentu tidak, namun diperlukan kedewasaan dengan sikap lebih bijak untuk tidak terlalu “mendewakan” sosok manusia yang istimewa. Itu sebenarnya yang menjadikan setiap orang tidak dapat berkembang, tidak dapat maju, karena tidak menjadi dirinya sendiri. Lalu bagaimana yang seharusnya dilakukan?

Yah, menjadi diri sendiri. Lakukan yang terbaik dari dalam diri Anda. Itulah nilai kelebihan Anda, untuk menjadi seorang yang excellence. Memang bukanlah hal yang salah mengagumi seseorang, itu hal yang wajar saja, tapi akan lebih bijak jika kita mengagumi orang tersebut dari karakternya, perjuangannya dari awal sampai dia berhasil, dan hal-hal baik dari orang itu, bukannya mengidolakan pribadinya secara berlebihan. Melalui pelajaran dari perjuangan orang yang dikagumi, Anda dapat merefleksikan dan memotivasi diri menjadi unggul pula, dengan cara dan pilihan Anda sendiri tentunya. Yang menjadi fokus utama untuk dapat menjadi excellence adalah melakukan segala hal dari kemampuan terbaik yang dimiliki. Kemampuan terbaik yang dimiliki menunjukkan bahwa, “Saya bisa melakukannya!” Itulah diri kita yang sesungguhnya, individu yang excellence, dan setiap orang punya kemampuan itu.
Mungkin masih ada yang mengganjal di benak Anda. “Bagaimana melakukan yang terbaik dari diri saya?” Atau mungkin, “Bagaimana saya bisa melakukannya?” Jika Anda bertanya atau berpikiran demikian, berarti Anda belum siap untuk melakukan yang terbaik dari dalam diri Anda. Hal pertama, yang paling sering diucapkan orang dari beragam kata-kata mutiara, adalah ‘positive thinking’. Ya, itu memang benar, tapi jadikanlah positive thinking itu versi Anda sendiri sesuai kesenangan dan kemauan. Itu lebih efektif dari pada meniru gaya orang lain yang mungkin tidak Anda nikmati. Hal yang kedua, sebisa mungkin jadikan kemampuan terbaik dari Anda sebagai rutinitas atau kebiasaan. Jika itu sudah menjadi kebiasaan, berarti Anda sangat menikmati pola hidup baru itu. Misalnya saja, lakukan yang terbaik untuk bangun lebih pagi dan mengerjakan segala sesuatu dengan cekatan. Jadikan itu kebiasaan, dan tanpa disadari Anda berkembang menjadi lebih baik, lebih excellence. Hal serupa juga diungkapkan Aristotle, seorang filsuf terkemuka dari Yunani, yang menyatakan, “We are what we repeatedly do. Excellence, then, is not an act but a habit” yang maknanya sama dengan “kita adalah apa yang kita selalu lakukan, jadi excellence bukanlah tindakan, tetapi kebiasaan.” Ingin membangun kebiasaan terbaik lainnya? Cobalah gaya Anda sendiri!

Budayakan Bergaul! Hal Apa yang Akan Diperoleh

“The best way to destroy an enemy is to make him a friend.” Petikan ucapan dari Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16 itu sungguh menginspirasi. Bagaimana tidak, kita sebagai manusia yang normal pasti punya kelemahan, pasti adakalanya punya emosi yang menyebabkan amarah pada seseorang, dan menganggap orang itu ‘musuh’. Tetapi, menurut Lincoln cara terbaik untuk menghancurkan musuh adalah dengan menjadikannya sebagai seorang teman. Sangat aneh bukan? Sangat berkebalikan dari kenyataan yang dihadapi. Tapi, memang itulah cara yang paling benar untuk menghancurkan musuh, yang lebih tepatnya menghancurkan permusuhan. Dengan berteman, bergaul dengan sebanyak mungkin orang, dan menghancurkan permusuhan. Budayakan hal itu, dan Anda akan menyadari betapa banyaknya yang Anda dapatkan.

Bahkan musuh saja dapat dijadikan teman menurut Lincoln, apalagi orang-orang lain disekeliling kita yang tentunya dapat menjadi teman baik dan berbagi banyak hal. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang diciptakan bersosial, bergaul, berinteraksi satu sama lain untuk tujuan yang dikehendaki. Jika kita semua sudah memahami tentang makhluk sosial, kenapa harus ada permusuhan, perselisihan, peperangan, atau konflik-konflik lainnya?
Itulah uniknya manusia yang dianugrahi berbagai emosi, rasa, dan kepekaan yang mewarnai hidupnya. Seorang manusia memiliki dua sifat dasar dalam dirinya yang merupakan pilihan, yaitu lebih menonjolkan egonya sendiri, atau lebih peduli pada sesamanya. Jika seseorang lebih memilih menonjolkan egonya sendiri, maka emosi atau kepekaannya akan digunakan untuk menang di atas yang lainnya. Itulah dasar yang menyebabkan permusuhan, perselisihan, ataupun konflik-konflik lainnya. Dapat kita lihat bagaimana persaingan di dunia politik, dunia kerja, dan berbagai kondisi nyata yang menggambarkan keberingasan manusia untuk mengalahkan lainnya yang dianggap sebagai musuh. Tapi, jika seseorang lebih peduli pada sesamanya, emosi dan kepekaannya akan digunakan untuk melayani dan menjalin kehidupan bersama yang lebih baik. Interaksi seperti ini yang diidam-idamkan setiap orang, bukan? Maka sekali lagi semua seorang punya pilihan.
Jika kita mengidam-idamkan dunia yang aman, damai, tentram, dan berbagai keindahan-keindahan lainnya yang masih berupa wacana, maka kita harus memilih untuk menjadi peduli pada sesama di sekitar kita. Seperti apa yang dikatakan sebelumnya, bergaullah dengan setiap orang dengan penuh kegembiraan. Mulailah membudayakan itu! Percayalah Anda akan mendapatkan banyak hal, jauh melebihi ‘kepuasan sesaat’ yang Anda dapatkan dari permusuhan yang hanya menghabiskan energi yang sia-sia.
Sebenarnya, apa saja yang didapatkan dari pergaulan yang seperti itu? Sejujurnya kata-kata saja sangat tidak cukup untuk menggambarkan keindahan dari interaksi yang telah membudaya itu. Anda sendiri yang dapat merasakan kekuatan cinta kasih sepenuh hati, kepedulian satu sama lain, ataupun kegembiraan dan keriangan yang mewarnai interaksi itu. Sungguh menakjubkannya dunia yang dipenuhi lilin-lilin yang meneranginya dari kegelapan permusuhan dan kebencian. Sang lilin yang walaupun pada awalnya sedikit, akan mempengaruhi berjuta-juta lilin hati lainnya untuk bersama-sama menerangi dunia dengan cahaya persahabatan.

Inspiratif: Permata Kejujuran Manusia

“Kejujuran adalah dasar dari segala kebajukan manusia.” Suatu kutipan dari sang Abdul-Baha yang menyatakan bahwa kejujuran adalah pondasi utama bagi manusia untuk memperoleh semua sifat luhur lainnya. Jika manusia kehilangan kejujurannya, maka hakikat sejati manusia yang memiliki sifat-sifat luhur juga akan sirna.
Berikut ini adalah sebuah kisah inspiratif nan menarik tentang kejujuran sebagai dasar dari semua sifat baik manusia.
Suatu ketika, ada seseorang bernama Edi. Dia memiliki beberapa sifat buruk seperti mencuri, berjudi, dan berbohong. Namun dia ingin sekali merubah sifat-sifat buruknya itu, sehingga dia meminta nasihat kepada seorang tua bijaksana yang merupakan tokoh masyarakat setempat.
“Saya membutuhkan bantuan Bapak, saya memiliki tiga sifat buruk yang sangat sulit saya hilangkan.” Kata Edi pada Pak tua itu.
“Janganlah bersedih hati, katakanlah keluh kesahmu.” Jawab Pak tua dengan lembut.
“Yang pertama saya suka mencuri, kedua saya suka berjudi, dan yang terakhir saya suka berbohong. Saya ingin menjadi lebih baik lagi, bagaimana caranya?” ungkap Edi dengan penuh harap.
“Baiklah, kamu harus berkata jujur!” ucap Pak tua singkat.
“Hanya itu, Pak? Jadi, saya boleh mencuri dan berjudi?” saut Edi dengan senang.
“Ya, tapi kamu harus berjanji tidak boleh berbohong sedikitpun!” perintah Pak tua itu.
“Baiklah, saya berjanji tidak akan berbohong lagi.” Jawab Edi dengan senang, seraya berkata dalam hatinya, “Wah, mudah sekali. Saya pasti bisa melakukannya.”
Kemudian, Edi pulang dengan gembira setelah mendapat nasihat dari orang tua tadi yang menurutnya sangat mudah. Di perjalanan pulang, Edi melihat kambing gemuk di pinggir jalan tanpa ada seseorang pun yang menjaganya.
“Wah, daging kambing ini akan sangat lezat kalau saya masak menjadi gulai!” pikir Edi sambil melepaskan ikatan kambing itu lalu membawanya pulang.
Setibanya di rumah, Edi segera mengikat kambing itu di halaman belakang dan mempersiapkan memotongnya untuk dimasak gulai. Sesaat setelah itu, ada seseorang yang mengetuk pintu rumah Edi.
“Pak, apakah Bapak melihat kambing gemuk di sekitar sini beberapa saat lalu? Tadi ada orang yang mengatakan pada saya bahwa, kambing itu dibawa seseorang ke arah sini.” Tanya seorang laki-laki dengan agak emosi karena kambingnya dicuri.
Karena ingat perintah Pak tua tadi, Edi memberanikan diri untuk berkata jujur,
“Iya pak, kambing itu ada di halaman belakang rumah saya.”
Secara spontan, laki-laki itu menampar Edi dan segera membawa kambingnya kembali.
Tersadar dengan perbuatannya, Edi merenung bahwa dia juga tidak boleh mencuri.
“Ah… tapi saya masih bisa bermain judi.” Ungkap Edi untuk menghibur dirinya.
Keesokan harinya Edi hendak keluar bermain judi bersam teman-temannya. Ayah Edi yang mengetahui anaknya hendak keluar, bertanya, “Edi, kamu mau pergi ke mana?”
“Saya mau pergi ke warung.” Jawab Edi ragu-ragu.
“Apa yang kamu lakukan di sana? Bermain judi lagi?” Tanya ayah Edi tegas.
Teringat kembali dengan janjinya pada Pak tua beberapa hari lalu, Edi menjawab pertanyaan ayahnya dengan pelan,  “Iya ayah.”
“Tidak! Kamu tidak boleh berjudi lagi!” seru ayahnya dengan tegas melarang Edi pergi keluar.
Kembali tersadar dengan perbuatannya, Edi merenungkan ucapan dari Pak tua itu. Dia menyimpulkan, Pak tua itu membantunya memperbaiki sifat-sifat buruknya, dengan sifat jujur sebagai dasar dari sifat-sifat baik yang ingin dia munculkan. Jika dia jujur, dia tidak boleh mencuri atau berjudi ataupun melakukan sifat-sifat buruk lainnya. Karena jika dia melakukan sesuatu yang buruk, pasti dia harus mengatakan dan menanggung segala resikonya.
Kisah tersebut memberi makna bahwa tanpa kejujuran, manusia tidak akan memiliki sifat-sifat luhur lainnya. Kejujuran sebagai dasar sifat baik dapat diibaratkan sebagai pondasi rumah, yang mana tanpa pondasi kejujuran, rumah sifat-sifat luhur manusia tidak akan bisa didirikan. Salah satu contoh lagi yang menunjukkan sifat baik yang tanpa dilandasi kejujuran, misalnya seorang dermawan berbagi kepada sesame yang membutuhkan, namun jika niatnya tidak murni dan mengharap timbal balik ataupun sumber dari yang dibagikan itu berasal dari ketidakjujuran, maka perbuatan baiknya tidak akan ada artinya.
Setiap manusia memiliki kemampuan untuk memunculkan sifat jujur di dalam dirinya. Kejujuran harus dimunculkan dalam tindakan, perkataan, maupun niat yang murni sesuai dengan kutipan dari Baha’u’llah berikut, “…perindahlah lidahmu dengan berbicara jujur, dan hiasilah jiwamu dengan hiasan kejujuran.” Dengan kejujuran, dunia akan dihiasi dengan permata-permata keluhuran manusia.
Simpulan:
Berdasarkan kisah inspiratif tersebut diatas, maka dapat kita ambil hikmah bahwa kejujuran adalah dasar dari munculnya segala sifat-sifat luhur lainnya dalam diri setiap manusia

GEJOLAK EMOSI REMAJA

Pengertian Emosi
Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak.

Emosi adalah warna afektif yang kuat dan disertai oleh perubahan-perubahan pada fisik.Pada saat terjadi emosi sering kali terjadi perubahan-perubahan pada fisik antara lain :

1. Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
2. Peredaran darah : bertambah cepat bila marah
3. Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut
4. Pernafasan : bernafas panjang kalau kecewa
5. Pupil mata : membesar bila marah
6. Liur : mengering kalau takut atau tegang
7. Bulu roma : berdiri kalau takut
8. Pencernaan : mencret-mencret kalau tegang
9. Otot : menegang dan bergetar saat ketakutan atau tegang
10. komposisi darah : akan ikut berubah karena emosi yang menyebabkan kalenjar-kalenjar lebih aktif.

Karakteristik Emosi Remaja
Masa remaja secara tradisional dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kalenjar. Namun tidak semua remaja menjalani masa badai dan tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.

Pola emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lainnya lagi. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.

• Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun
1. Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka
2. Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri
3. Kemarahan biasa terjadi
4. Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri
5. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif

• Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun
1. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa
2. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
3. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja
Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dimana itu menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat juga mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu menyebabkan anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.

Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain yaitu :

1. Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.

2. Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.

3. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.

4. Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.

5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasa membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional yang tidak menyenangkan.

Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Mendekati berakhirnya remaja, seorang anak telah melewati banyak badai emosional, ia mulai mengalami keadaan emosional yang lebih tenang dan telah belajar dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi yang ditunjukan mungkin merupakan selubung yang disembunyikan. Contohnya, seorang yang merasa ketakutan tetapi menunjukan kemarahan, dan seseorang yang sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa, sepertinya ia merasa senang.

Para remaja semasa kanak-kanak, mereka diberitahu atau diajarkan untuk tidak menunjukan perasaan-perasaannya, entah perasaan takut ataupun sedih. Akhirnya seringkali mereka takut dan ingin menangis tetapi tidak berani menunjukan perasaan tersebut secara terang-terangan. Kondisi-kondisi kehidupan atau kulturlah yang menyebabkan mereka merasa perlu menyembunyikan perasaan-perasaannya. Tidak hanya perasaan-perasaannya terhadap orang lain saja, namun pada derajat tertentu bahkan ia dapat kehilangan atau tidak merasakan lagi.

Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.

Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi Remaja
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Adapun karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung berahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh kerena itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda.

Dan perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Jika dilihat sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak yang kurang pandai bereaksi. Tetapi sebaliknya mereka lebih dapat mampu mengendalikan emosi.

Dalam sebuah keluarga, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan kemarahan lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.

Cara mendidik yang otoriter mendorong perkembangan emosi kecemasan dan takut, sedangkan cara mendidik yang permisif atau demokratis mendorong berkembangnya semangat dan rasa kasih sayang. Anak-anak dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi rendah cenderung lebih mengembangkan rasa takut dan cemas dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi tinggi.

Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku
Rasa takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah atau tekanan darah, dan sistem pencernaan mungkin berubah selama pemunculan emosi. Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak senang akan menghambat atau mengganggu proses pencernaan.

Peradangan di dalam perut atau lambung, diare, dan sembelit adalah keadaan-keadaan yang dikenal karena terjadinya berhubungan dengan gangguan emosi. Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi kesehatan. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan dalam berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Banyak situasi yang timbul di sekolah atau dalam suatu kelompok yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tenang.

Seorang siswa tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, namun bisa juga disebabkan sesuatu yang terjadi pada saat sehubungan dengan situasi kelas. Penderitaan emosional dan frustasi mempengaruhi efektivitas belajar. Anak sekolah akan belajar efektif apabila ia termotivasi, karena ia perlu belajar. Setelah hal ini ada pada dirinya, selanjutnya ia akan mengembangkan usahanya untuk dapat menguasai bahan yang ia pelajari.

Reaksi setiap pelajar tidak sama, oleh karena itu rangsangan untuk belajar yang diberikan harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi anak. Dengan begitu, rangsangan-rangsangan yang menhasilkan perasaan yang tidak menyenangkan akan mempengaruhi hasil belajar dan demikian pula rangsangan yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan mempermudah siswa dalam belajar.

Referensi :
- Sarwono, Sarlito W. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press
- Hurlock, B. 1990. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga
- Gunarsa, Singgih. 1990. Dasar & Teori Perkembangan Anak. Jakarta : PT BPK Gunung mulia